Jakarta, Kabarmonitor.com- Rabu 2 Agustus 2023, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 24 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka Agus Ibrahim bin Abdul Hanan dari Kejaksaan Negeri Majalengka, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Fahrijal Abdul Jafar als Rijal bin Jamaludin, dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Jhonny Wulur als Joni bin Alex Wulur (Alm) dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal Pasal 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik atau kedua Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik atau ketiga Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Tersangka Sandi bin Amin dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Muhammad Sofyan Alamsyah bin Asep Herwin Permana dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Gunawan als Ugun bin Rohanda dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Achmad Dani Aryansyah bin Suparno dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Ananda Achmad Ghofar bin Imam Saifudin dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 362 jo. Pasal 53 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Radito Raharjo alias Dito dari Kejaksaan Negeri Surabaya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Sutarji bin Harjosumarto dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Galuh Firmansyah bin (Alm) Tejo Kurniawan dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Mohammad Hasan bin Misdi dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka Suyono dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Yono alias Yon bin Sampurno dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Probolinggo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Sony Budianto alias Kebo bin Kabul dari Kejaksaan Negeri Nganjuk, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) tentang Penadahan.
Tersangka Rudi bin Bulu dari Kejaksaan Negeri Bulukumba, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Muh. Aslam DJ dari Kejaksaan Negeri Makssar, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Ti’no Dg Cangku binti Rajilong Dg Lolo dari Kejaksaan Negeri Takalar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Hariyanto bin Giyono dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka M. Faisal bin Djam Haris dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Engga alias Engga bin Matsani dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Rahman Ishak bin Roni Rozaili dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penipuan.
Tersangka Ridwan Arifin bin Toni Salim dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penipuan.
Tersangka Rustam Efendi alias Endot dari Kejaksaan Negeri Ambon, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1) Konfirmasi awak media pada Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. KETUT SUMEDANA
Redaksi Hardedi