llegal Logging Merajalela di Kepulauan Meranti, Publik Desak Penindakan Tegas hingga Aktor Utama


Kepulauan Meranti, Kabarmonitor.com- Maraknya praktik illegal logging di Kabupaten Kepulauan Meranti kembali memantik keprihatinan publik. Aktivitas pembalakan liar yang diduga telah berlangsung lama di wilayah pesisir dan perairan Meranti kini kian terang-benderang, namun ironisnya penindakan hukum dinilai belum menyentuh aktor utama yang menguasai bisnis tersebut.


Dalam beberapa tahun terakhir, publik mengenal sosok oknum berinisial R yang diduga kuat mengendalikan berbagai aktivitas ilegal di Meranti, mulai dari ekspor arang bakau, pembalakan liar, hingga pembentukan koperasi seperti Koperasi Silva dan Koperasi Harmonis yang disinyalir dijadikan wadah atau payung usaha bagi aktivitas yang bertentangan dengan regulasi kehutanan dan lingkungan hidup.


Oknum R juga kerap dikaitkan dengan kekuatan nonformal di lapangan, sementara istrinya diketahui saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, kondisi yang menambah sorotan dan pertanyaan publik terkait konflik kepentingan serta keberanian aparat dalam menegakkan hukum.


Muncul “Pemain Baru”, Pola Lama Terulang


Meski nama oknum R telah lama menjadi perbincangan, kini publik kembali dikejutkan dengan munculnya nama-nama baru yang diduga mengambil alih peran dalam bisnis illegal logging di Meranti.


Beberapa waktu lalu, terungkap informasi mengenai sekitar 30 ton kayu yang diduga milik cukong berinisial Said atau Ayep, yang disinyalir hendak dikirim ke Bengkalis. Kayu tersebut disebut-sebut dikawal oleh oknum berinisial AD, memperkuat dugaan bahwa praktik pembalakan liar masih mendapatkan perlindungan di lapangan.


Peristiwa ini menunjukkan bahwa pola kejahatan kehutanan di Meranti tidak berubah, hanya berganti pemain. Jalur, modus, dan sistem pengamanan diduga tetap sama.


Yang Ditangkap Selalu Kelas Bawah


Yang paling memprihatinkan, setiap kali kasus illegal logging mencuat, yang ditangkap justru pekerja lapangan, seperti buruh angkut, penarik kayu, atau anak buah kapal. Mereka hanyalah penerima upah, bukan pemilik kayu, bukan pengendali distribusi, dan bukan penerima keuntungan terbesar.


Sementara itu, cukong dan pengendali utama nyaris tak tersentuh hukum. Kondisi ini menimbulkan kesan kuat bahwa penegakan hukum hanya berhenti di kelas teri, bukan menyasar ikan besar.


Belajar dari Musibah Daerah Lain


Publik mempertanyakan, apakah aparat penegak hukum tidak belajar dari musibah besar yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, di mana kerusakan hutan berujung pada banjir bandang, longsor, dan korban jiwa.


Hutan mangrove dan kawasan pesisir Meranti sejatinya merupakan benteng alami dari abrasi dan bencana. Jika pembalakan liar terus dibiarkan, Meranti hanya tinggal menunggu waktu menghadapi bencana ekologis serupa.


Pertanyaan keras pun muncul:


- Apakah aparat baru akan bertindak setelah bencana terjadi?


- Apakah Kapolda harus turun langsung ke TKP lagi agar hukum benar-benar ditegakkan?


- Mengapa penindakan selalu berhenti di lapangan, bukan di ruang kendali bisnis?



Desakan Penindakan Tegas dan Menyeluruh


Masyarakat sipil dan lembaga pemantau mendesak agar aparat penegak hukum, khususnya Polda Riau, segera:


1. Mengusut tuntas jaringan illegal logging di Meranti, bukan hanya pelaku lapangan



2. Menelusuri kepemilikan kayu, alur distribusi, dan tujuan pengiriman



3. Membongkar peran koperasi yang diduga dijadikan kedok usaha ilegal



4. Menindak tegas oknum aparat yang diduga terlibat atau melakukan pembiaran



5. Menjamin penegakan hukum yang adil, transparan, dan tanpa pandang bulu




Illegal logging bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan kejahatan lingkungan serius yang mengancam masa depan Meranti dan generasi mendatang.


Ujian Keberanian Negara


Kasus demi kasus yang terus berulang menjadikan illegal logging di Kepulauan Meranti sebagai ujian nyata keberanian negara. Publik kini menunggu, apakah hukum benar-benar akan menyentuh aktor utama, atau kembali berhenti pada korban sistem yang hanya bekerja demi upah harian.


Meranti tidak butuh janji, Meranti butuh tindakan nyata.(*)

Tim Redaksi 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak