Pekanbaru, Kabarmonitor.com- Gelombang tekanan publik terhadap skandal dugaan “Pensiun Sultan” di tubuh PT Bank Riau Kepri (BRK) Syariah makin menguat. Aliansi Pemuda Anti Korupsi (APAK) Riau secara tegas menyerukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan mengusut tuntas praktik yang diduga sebagai penyalahgunaan wewenang dalam pemberian dana pensiun fantastis bagi lima mantan direksi BRK Syariah.
Ketua APAK Riau, Bob Riau, menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus ini secara resmi ke Kejaksaan Tinggi Riau dan kini mendesak agar lembaga antirasuah ikut membongkar pola korupsi sistemik yang mengakar dalam tubuh BUMD kebanggaan Riau itu.
> “Kami tidak akan berhenti sampai uang rakyat yang disalahgunakan itu kembali. Kasus ini sudah terlalu lama disembunyikan di balik rapat-rapat elitis. Lima direksi menerima pensiun jumbo Rp30 juta hingga Rp35 juta per bulan tanpa dasar hukum yang sah. Itu bukan hak, tapi dugaan kejahatan keuangan berskala daerah,” tegas Bob, Kamis (6/11/2025).
Pelanggaran Regulasi dan Potensi Tindak Pidana
Dugaan praktik “Pensiun Sultan” ini, menurut analisis hukum yang disampaikan APAK, berpotensi melanggar sejumlah ketentuan, antara lain:
Pasal 3 dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang menegaskan bahwa setiap pejabat yang menyalahgunakan kewenangan hingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain dapat dipidana.
UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD,
yang menyatakan bahwa pemberian hak keuangan direksi harus didasarkan pada hasil RUPS dan peraturan perundang-undangan, bukan keputusan internal yang menyimpang.
UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
yang mengatur kewajiban transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana perusahaan milik negara/daerah.
“Kalau dasar hukumnya tidak ada, maka pemberian pensiun itu jelas melanggar prinsip keuangan daerah. Apalagi BRK Syariah adalah BUMD, di mana setiap rupiah-nya bersumber dari uang publik,” ujar Bob menambahkan.
Desakan Revisi Regulasi BUMD
Selain melapor ke aparat penegak hukum, APAK Riau juga tengah menyiapkan langkah politik melalui surat resmi kepada DPRD Riau untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi terkait.
> “Kami mendesak DPRD Riau segera menginisiasi revisi terhadap regulasi dan pedoman internal BUMD, terutama menyangkut hak-hak direksi dan mekanisme pemberian pensiun,” terang Bob.
“Selama celah hukum itu tidak ditutup, praktek serupa bisa terus berulang di BUMD lain, bukan hanya di BRK. Rakyat Riau sudah jenuh melihat kekayaan pejabat melonjak di tengah merosotnya laba perusahaan daerah.”
Transparansi dan Moralitas Publik
Sejumlah pengamat ekonomi menilai langkah APAK ini sebagai momentum untuk memulihkan integritas tata kelola BUMD Riau.
Ekonom Universitas Riau, Dr. M. Zulkarnain, menilai kasus ini bukan sekadar soal dana pensiun, tapi soal mentalitas korporasi yang menjadikan jabatan publik sebagai ladang pribadi.
> “Kalau gaji direksi bisa disamarkan sebagai pensiun tanpa dasar, itu indikasi kuat lemahnya pengawasan dan kolusi struktural. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi potensi korupsi serius,” tegasnya.
Seruan Keras untuk KPK
APAK Riau menutup pernyataannya dengan seruan moral:
> “Kami menuntut KPK segera membuka penyelidikan resmi atas Skandal Pensiun Sultan BRK Syariah. Jangan biarkan BUMD menjadi sarang bancakan elit. Kami siap hadirkan seluruh data, bukti, dan saksi internal yang mengetahui bagaimana uang rakyat mengalir ke rekening pribadi para petinggi bank daerah,” pungkas Bob.
Kasus “Pensiun Sultan” BRK Syariah membuka mata publik bahwa korupsi bukan hanya terjadi di pusat, tapi juga di tubuh korporasi daerah yang seharusnya menopang ekonomi rakyat.
KPK, Kejati, dan DPRD Riau kini diuji: apakah hukum benar-benar bisa menembus tembok kekuasaan BUMD, atau kembali berhenti di ruang rapat yang sunyi. (*)
Tim Redaksi
