Pekanbaru, Kabarmonitor.com- Sementara pemerintah daerah sibuk menutup satu dua tempat hiburan malam (THM) untuk meredam amarah publik, angka penerimaan pajak hiburan di Kota Pekanbaru dan Provinsi Riau justru tak kunjung naik.
Fenomena ganjil ini memunculkan tanda tanya besar: kemana larinya uang pajak dari industri malam yang terus tumbuh subur ini?
Menjamur, Tapi Pajaknya Stagnan
Data yang dihimpun UpdateiNews dari sumber di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menunjukkan bahwa sejak 2023 hingga pertengahan 2025, jumlah lokasi hiburan malam dan bar berizin di Pekanbaru meningkat signifikan.
Namun, realisasi pajak hiburan justru stagnan di kisaran Rp12 hingga Rp13 miliar per tahun.
“Padahal, hampir tiap bulan ada tempat baru yang buka. Kalau omzet mereka dilaporkan jujur, seharusnya pajak meningkat minimal 20 persen per tahun,” ujar seorang pejabat Bapenda yang meminta identitasnya disamarkan, Senin (20/10).
Kondisi ini mengindikasikan adanya manipulasi laporan omzet oleh pengelola THM, dengan dugaan adanya “pengamanan informal” agar angka di sistem pelaporan pajak tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
Skema Kebocoran: Dari Laporan Fiktif ke Perlindungan Oknum
Dari penelusuran tim UpdateiNews, pola kebocoran pajak hiburan di Riau tampak berlapis.
Sumber di internal pemerintah daerah menjelaskan, ada tiga modus umum yang digunakan:
1. Laporan omzet fiktif | Pemilik THM melaporkan pendapatan hanya 30–40 persen dari yang sebenarnya.
2. Marking system | Beberapa tempat hiburan “disetting” dalam sistem pajak daerah agar tarifnya lebih rendah dari ketentuan.
3. Oknum pengaman | Diduga terdapat sejumlah individu di level pengawasan yang menerima setoran rutin agar tidak melaporkan pelanggaran.
“Selama masih ada yang mengatur data di dalam sistem pajak, selama itu pula kebocoran akan terus terjadi. Pemeriksaan manual pun jadi percuma,” kata seorang auditor independen yang pernah melakukan pemeriksaan internal di salah satu kabupaten di Riau.
Cukai Alkohol: Celah di Antara Dua Lembaga
Selain pajak hiburan, celah kebocoran juga tampak pada distribusi minuman beralkohol.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 158/PMK.010/2021, minuman keras dikenakan cukai hingga 45% dari nilai jual.
Namun, di tingkat daerah, pengawasan hanya sebatas pada izin edar dan pelaporan penjualan.
“Koordinasi antara Bea Cukai dan Pemda seringkali longgar. Banyak minuman yang dijual tanpa bukti cukai resmi. Sementara laporan penjualan tetap dilaporkan seolah-olah legal,” ungkap sumber di lingkungan Kantor Wilayah DJBC Riau Sumbar.
Akibatnya, pajak daerah dari peredaran alkohol tidak pernah berbanding lurus dengan volume pasokan di lapangan.
Izin THM: Dokumen Resmi, Tapi Kegiatan Ilegal
Lebih jauh lagi, hasil penelusuran UpdateiNews menunjukkan adanya beberapa THM di Pekanbaru yang beroperasi menggunakan izin restoran dan kafe, namun menjalankan aktivitas layaknya bar dan klub malam.
Contohnya, sejumlah lokasi di kawasan Sudirman, Arifin Ahmad, dan Soekarno Hatta yang secara izin tercatat sebagai tempat makan, namun dalam operasional menampilkan DJ, menjual alkohol, dan beroperasi hingga dini hari.
“Ini modus lama. Mereka pakai izin restoran supaya mudah lolos dari pengawasan. Kalau razia datang, tinggal matikan musik dan tampilkan daftar menu makanan,” kata seorang petugas lapangan Satpol PP yang terlibat dalam penertiban THM pada awal Oktober lalu.
Audit Pajak dan Izin: Solusi atau Ancaman?
Beberapa aktivis mendorong agar Gubernur Riau membuka data publik terkait izin dan realisasi pajak hiburan.
Transparansi ini dinilai sebagai langkah awal menutup kebocoran, sekaligus membuktikan bahwa pemerintah benar-benar serius menegakkan aturan.
Namun, langkah itu dianggap “berisiko politik” karena bisa menyeret nama-nama besar di lingkar kekuasaan daerah.
“Kalau dibuka, bisa-bisa banyak pejabat kena. Jadi semua diam,” ujar seorang tokoh pemuda dari jaringan antikorupsi Riau.
Penegakan Hukum yang Tertunda
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Gubernur Riau Abdul Wahid, Satpol PP Provinsi Riau, maupun DPMPTSP, terkait hasil penindakan terhadap THM yang sebelumnya diumumkan secara terbuka pada awal Oktober lalu.
Sementara itu, hampir seluruh THM yang sempat ditutup sudah kembali beroperasi.
Publik kini menuntut transparansi data, bukan teatrikal razia.
Karena dalam isu hiburan malam ini, yang dipertaruhkan bukan hanya moral publik melainkan integritas pemerintahan dan kejujuran fiskal daerah.
🟢 Catatan Redaksi Kabarmonitor.com:
Laporan ini disusun berdasarkan hasil observasi lapangan, wawancara dengan sumber internal, dan telaah regulasi.
Redaksi tetap membuka ruang hak jawab bagi pihak Pemerintah Provinsi Riau, Bapenda, DPMPTSP, Satpol PP, serta pihak-pihak lain yang disebut dalam pemberitaan ini sesuai ketentuan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Tim Redaksi
