Pekanbaru,Kabarmonitor.com- Dugaan hubungan terlarang antara dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pekanbaru terus bergulir. Di tengah derasnya bisik-bisik di internal pegawai, sikap bungkam Kepala Kemenag Kota Pekanbaru Drs. Syahrul Mauludi justru menimbulkan tanda tanya besar. Diam yang berkepanjangan kini dipertanyakan: apakah ini bentuk kehati-hatian, atau justru pembiaran yang bisa berujung pelanggaran disiplin ASN?
Diam yang Tidak Netral
Dalam tata kelola birokrasi, seorang pimpinan bukan hanya simbol jabatan, tapi juga penanggung jawab moral dan etik bagi bawahannya.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, seorang atasan wajib melakukan pembinaan dan penindakan terhadap ASN yang diduga melanggar aturan.
Pasal 15 ayat (1) tegas menyatakan:
> “Atasan langsung wajib melakukan pembinaan disiplin terhadap PNS yang menjadi bawahannya.”
Sementara Pasal 15 ayat (3) berbunyi:
> “Atasan langsung yang dengan sengaja tidak menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin, dikenai hukuman disiplin sesuai tingkat kesalahannya.”
Dengan kata lain, diam dalam kasus dugaan pelanggaran moral ASN bukan sikap netral melainkan potensi pelanggaran disiplin itu sendiri.
Dimensi Etik dan Hukum
Kementerian Agama dikenal sebagai institusi yang menjunjung tinggi nilai moral dan spiritual. Oleh sebab itu, publik wajar menuntut transparansi dan ketegasan terhadap setiap isu yang berpotensi mencoreng marwah lembaga.
Dalam konteks ini, bungkamnya pimpinan bukan hanya bisa dipersoalkan secara etik ASN, tapi juga berimplikasi pada citra institusi yang selama ini membawa nama “agama” dalam tanggung jawabnya.
Regulasi tambahan juga tercantum dalam:
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 10 huruf (c):
> ASN wajib menjaga integritas, netralitas, dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, Pasal 10 ayat (1):
> Setiap PNS wajib menjadi teladan dan menjaga martabat serta kehormatan PNS.
Pers dan Prinsip Etika Publikasi
Sementara dari sisi jurnalisme, pemberitaan isu ini tetap berlandaskan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama:
Pasal 3 ayat (1): Pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan hiburan.
Pasal 5 ayat (2): Pers wajib melayani hak jawab.
Berita ini disusun untuk kepentingan publik, bukan menyerang pribadi, melainkan menyoroti tanggung jawab moral dan hukum pimpinan Kemenag Kota Pekanbaru Drs. Syaiful Mauludi dalam menjaga integritas lembaga publik. Setiap pihak yang disebut memiliki hak jawab sebagaimana diatur oleh undang-undang.
Publik Mempertanyakan Arti Diam
Apakah diamnya pimpinan Kemenag Kota Pekanbaru merupakan langkah hati-hati menunggu hasil pemeriksaan internal,
atau tanda adanya pembiaran terhadap perilaku yang mencederai sumpah ASN dan nilai moral lembaga?
Pertanyaan ini patut dijawab dengan tindakan terbuka bukan dengan sunyi yang terus bergema di lorong-lorong kantor. (*)
Tim Redaksi
