[BEDAH USAHA ILEGAL #2] Diduga Dilindungi Atasan: Misteri Pemanggilan Oknum Polisi ‘R’ ke Polda Riau ‎

‎‎


Pekanbaru, Kabarmonitor.com – Bayang-bayang perlindungan dari atasan kian kuat dalam kasus dugaan bisnis ilegal arang bakau yang menyeret nama Bripka Harunsen Siregar alias H. Regar. Informasi yang dihimpun menyebutkan, Oknum R ini pernah dipanggil ke Polda Riau beberapa waktu lalu, menyusul ramainya pemberitaan terkait keterlibatan dirinya dan istrinya, Lianita Muharni, anggota DPRD Meranti dari Partai NasDem.

‎Pemanggilan Kapolda: Teguran atau Perlindungan?

‎Menurut sumber internal di kepolisian, pemanggilan itu dilakukan langsung oleh Kapolda Riau. Namun, alih-alih berujung pada pemeriksaan resmi dan penyelidikan hukum, pertemuan tersebut hanya berakhir sebatas peringatan lisan.

‎“Ya, memang ada pemanggilan. Tapi sifatnya lebih seperti ‘briefing internal’ ketimbang proses hukum. Tidak ada BAP, tidak ada penanganan tindak pidana lingkungan yang jelas,” ungkap seorang sumber yang dekat dengan jajaran Mapolda Riau.

‎Langkah ini menimbulkan kecurigaan publik bahwa ada upaya untuk meredam kasus di meja internal, bukan menegakkan aturan secara transparan.

‎Konflik Kepentingan: Aparat Menjaga Aparat

‎Kecurigaan semakin menguat karena hingga kini, meski pemberitaan tentang bisnis arang ilegal ini telah merebak, status R tidak pernah tersentuh secara hukum. Hal ini berbanding terbalik dengan nasib masyarakat kecil yang kerap langsung diproses jika terlibat aktivitas penebangan liar atau jual beli kayu tanpa izin.

‎"Kalau rakyat biasa, baru kedapatan satu kubik kayu bakau saja bisa diproses hukum. Tapi kalau sudah melibatkan polisi aktif dan politisi, ceritanya berbeda. Ini bentuk nyata konflik kepentingan di tubuh aparat penegak hukum,” kata Zulfan Nurdin, Direktur Eksekutif LSM Forest Watch Riau.

‎Indikasi ‘Backup’ dari Atasan

‎Beberapa aktivis menilai, pemanggilan di tingkat Kapolda bisa diartikan sebagai sinyal peringatan ke media, bukan ke pelaku. Bahwa kasus ini sudah di-“monitor” oleh pimpinan, namun dengan maksud untuk menahan laju pemberitaan, bukan mendorong penyidikan.

‎“Ada kesan, kasus ini sedang dipetieskan. Jangan sampai yang muncul di publik cuma basa-basi pemanggilan, sementara aktor utama tetap bebas menguasai dapur arang,” tegas Dr. Hendri Kurniawan, pakar hukum tata negara UIR.

‎Dugaan Obstruction of Justice

‎Jika benar ada perlindungan internal, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai obstruction of justice: menghalang-halangi proses hukum. Padahal, UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan jelas mengatur ancaman pidana bagi siapa pun, termasuk aparat, yang turut serta atau membiarkan kegiatan perusakan hutan.

‎Desakan untuk Transparansi

‎Gelombang desakan publik kini mengarah pada:

‎- Kapolri untuk memastikan kasus ini tidak berhenti di level teguran internal.

‎- Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan etik terhadap Oknum R dan jajaran yang diduga melindunginya.

‎- KPK untuk menelusuri potensi aliran dana dari bisnis arang ke lingkaran politik dan aparat.


‎Aparat Awasi Ketat, Ilegal Logging di Desa Dedap Meranti Terpantau Publik Ingatkan Jangan Tebang Pilih

‎Gerakan aparat kepolisian di Kabupaten Kepulauan Meranti mulai menunjukkan hasil. Aktivitas ilegal logging di kawasan Desa Dedap kini disebut-sebut tak bisa lagi bergerak leluasa. Anggota kepolisian terus melakukan patroli dan pemantauan, membuat para pelaku penebangan liar berhati-hati dan mulai menghentikan aktivitas.

‎“Sekarang sudah susah sekali. Di Dedap, nyaris tak bisa gerak lagi. Anggota polisi pantau terus,” ungkap seorang warga pesisir kepada redaksi.

‎Masyarakat Kecil Ikut Jadi Korban

‎Meski langkah aparat diapresiasi, sejumlah warga menilai penindakan jangan berhenti pada masyarakat kecil. Kasus terbaru, seorang warga ditangkap karena kedapatan membawa 4 ton kayu olahan untuk kebutuhan pribadi ke Bengkalis.

‎Padahal, kebutuhan papan di Bengkalis semakin tinggi. Tidak adanya stok kayu legal membuat masyarakat terpaksa membeli dari Meranti.

‎“Abang kawan saya itu bawa kayu untuk bikin rumah, bukan untuk bisnis besar. Kasihan juga kalau masyarakat kecil yang tertangkap, sementara jaringan besar masih bebas,” ujar warga lain yang minta identitasnya dirahasiakan.

‎Penutup: Antara Keadilan dan Solidaritas Korps

‎Kasus ini memperlihatkan wajah ganda aparat penegak hukum: di satu sisi mereka dituntut memberantas illegal logging, di sisi lain justru terindikasi ikut menjaga anggotanya yang terlibat. Ketika solidaritas korps lebih kuat daripada komitmen pada hukum, maka masyarakat hanya bisa bertanya: di mana letak keadilan itu berdiri?.(*)

Tim Redaksi 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak